Home / NEWS / Jaminan Pensiun; BPJS Ketenagakerjaan Atau DPLK?

Jaminan Pensiun; BPJS Ketenagakerjaan Atau DPLK?


syarif yunus
Oleh: Syarifudin Yunus*

1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan bentukan Pemerintah mulai menjalankan program Jaminan Pensiun (JP). Banyak pelaku usaha, pekerja, dan masyarakat yang belum paham. Ke mana arah program pensiun pekerja di Indonesia berjalan? Pemerintah sendiri sedang giat merancang Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk mengurangi beban APBN para pensiunan yang tidak lagi kecil. Ada JHT (Jaminan Hari Tua), akan ada Jaminan Pensiun (JP), dan sebagian pelaku usaha sudah memiliki program pensiun atau pesangon melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan).

Fakta lain terjadi di Indonesia, ada sekitar 63 juta pekerja formal. Sayangnya, tidak lebih dari 5% dari mereka yang telah memiliki program pensiun atau hari tua. Saat terjadi ledakan pensiunan di tahun 2040 nanti, dimungkinkan para pensiunan akan hidup di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Jangankan untuk mempertahankan gaya hidup seperti sekarang, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja akan semakin sulit. Inilah masalah dan potret ketenagakerjaan di Indonesia. Masa pensiun yang belum pasti menghantui jutaan pekerja.

Di tengah kebimbangan, bagaimana mekanisme Jaminan Pensiun di Indonesia? Di bawah BPJS Ketenagakerjaan atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)? Tidak perlu bimbang. BPJS Ketenagakerjaan dan DPLK, keduanya memiliki orientasi untuk menyiapkan kesejahteraan pekerja agar lebih baik di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Keduanya bersifat saling melengkapi untuk kemaslahatan pekerja.

Baca Juga:  Berjasa di Bidang Dakwah, Waka Polda Sumut Peroleh Penghargaan dari Muhammadiyah

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek sebagai amanat dari UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan akan mulai beroperasi pada 1 Juli 2015. BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.  BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program: a) Jaminan Hari Tua (JHT) dan b) Jaminan Pensiun (JP).

Lain halnya dengan DPLK. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) merupakan Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri. Suatu perusahaan dapat mengikutsertakan karyawannya ke dalam program DPLK. Kekayaan DPLK pada dasarnya terpisah dari perusahaan penyelenggara DPLK, baik bank atau asuransi jiwa. DPLK adalah amanat UU UU No. 11/1992 tentang Dana Pensiun.

Tidak ada yang tumpang tindih antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DPLK. Setiap pelaku usaha atau pemberi kerja dapat mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program employee benefits, baik yang bersifat Wajib atau Sukarela.

Program Wajib terdiri dari Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,7% (UU No. 3 Tahun 1992) dan akan ada tambahan program Jaminan Pensiun (JP) yang hingga kini belum ditentukan besaran iurannya. Masih dalam finalisasi. Program Wajib lainnya adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengharuskan pemberi kerja membayarkan manfaat pesangon karyawan saat pemberhentian kerja, pensiun dan kematian.

Baca Juga:  Pekerja Profesional di Indonesia Terancam Miskin di Hari Tua

Program ini dilaksanakan penyelenggara DPLK, yang dikelola atas nama pemberi kerja (pooled fund) sebagai pencadangan dana pesangon karyawan. Sedangkan Program Sukarela terdiri dari 1) Dana Pensiun (UU No. 11 Tahun 1992) dan 2) Asuransi (UU No. 2 Tahun 1992) dengan tujuan memberikan manfaat maksimal (on top) kepada pekerja agar tetap hidup layak di saat tidak bekerja lagi.

Keberadaan BPJS Ketenagakerjaan dan DPLK pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraaan pekerja di masa pensiun, di saat tidak bekerja lagi. Karena seorang pensiunan harus memenuhi Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) atau Replacement Ratio yang layak sebesar 70%-80% dari penghasilan terakhir. Hal ini berarti, apabila seseorang memiliki penghasilan terakhir sebelum pensiun Rp. 10 juta per bulan, maka di masa pensiun tingkat penghasilan yang dibutuhkan adalah s Rp. 7-8 juta per bulan. Agar dapat hidup layak.

Dan untuk bisa memenuhi TPP, maka diperlukan program-program wajib dan sukarela untuk memperisapkan masa pensiun pekerja, baik JHT, JP, Pesangon, maupun program pensiun DPLK. Jika ditelaah, program JHT yang 5,7% + program pesangon dari pemberi kerja (bila ada) baru memenuhi kebutuhan TPP sebesar 25%. Kekurangan TPP harus dapat ditutupi dari program DPLK yang diasumsikan dapat mengurangi gap TPP sebesar 20%–30%. Maka sisa kekuarangan TPP sebesar 25% dapat diperoleh dari program Jaminan pensiun (JP) yang akan dimulai 1 Juli 2015 nanti.

Baca Juga:  Patrialis Akbar OTT KPK Pertama 2017 dan ke-18 di Era Agus Rahardjo

Oleh karena itu, BPJS Ketenagakerjaan melalui program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Pensiun (JP) akan fokus untuk memberikan perlindungan dasar dan layak di masa pensiun, sedangkan DPLK lebih mengutamakan manfaat pensiun yang lebih maksimal (on top). Di sinilah orientasi yang bersifat sinergis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DPLK. Spiritnya hanya satu, meningkatkan kesejahteraan pekerja di masa pensiun, di saat tidak bekerja lagi. Tinggal dalam pelaksanaannya, perlu diatur secara proporsional dan terjangkau sehingga tidak merugikan iklim industri yang sudah berkembang di Indonesia.

Akankah hal ini menjadi beban pelaku usaha? Tidak. Sejauh pelaku usaha memiliki komitmen yang besar dalam upaya menyejahterakan pekerja di masa pensiun. Sebagian profit pelaku usaha sangat pantas disisihkan untuk program pensiun pekerjanya, apapun bentuk yang dipilihnya. Karena pekerja adalah aset penting pelaku usaha.

BPJS Ketanagakerjaan dan DPLK merupakan “kendaraan” yang paling efektif untuk melindungi hak-hak pekerja, di samping menjadi bukti apresiasi kepada manusia yang telah mengabdikan diri dalam pekerjaan, serta menjamin kelangsungan hidup yang bermartabat di masa pensiun.

[*Syarif Yunus: Pemerhati Masalah Ketenagakerjaan; Pengurus Asosiasi DPLK]

Terkait


Berita Terbaru