Home / MEDAN TODAY / Kisah Taufan Damanik dan Istri Saat Terjadi Gempa 7,9 SR di Nepal

Kisah Taufan Damanik dan Istri Saat Terjadi Gempa 7,9 SR di Nepal


EDISIMEDAN.com, MEDAN – Gempa berkekuatan 7,9 SR yang melanda Nepal menyebabkan banyak sarana yang rusak. Warga yang khawatir gempa susulan mengungsi di lapangan terbuka. Dua WNI asal Medan, Sumatera Utara ikut tidur di pengungsian itu.

Kedua WNI itu adalah Ahmad Taufan Damanik dan istrinya Sri Eni Purnamawati. Dalam keterangannya Selasa (28/4/2015), Taufan menyatakan situasi Kathmandu, Ibu Kota Nepal memang memprihatinkan. Banyak bangunan rusak dan warga tidur lapangan terbuka. “Dinginnya minta ampun,” kata Taufan melalui pesan singkat.

Di Medan sendiri, Ahmad Taufan Damanik dikenal penggiat aktivis lembaga non pemerintahan.  Dosen Universitas Sumatera Utara ini belakangan diangkat menjadi dewan pengawas PDAM Tirtanadi.

Keberangkatannya ke Nepal untuk mewakil Indonesia di forum Asean Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) atas undangan World Vision International yang sedang melaksanakan pertemuan regional Asia Pasifik. Dia diminta ceramah mengenai ASEAN.

“Usai acara, saya ambil kesempatan jalan-jalan disusul istri yang datang berikutnya. Kami ke Nagarkhot untuk melihat sunrise pegunungan Himalaya. Setelah itu ke Phokara,” katanya. [Baca Juga: Taufan Damanik Terjebak dalam Gempa 7,9 SR di Nepal]

Gempa berkekuatan 7,9 skala richter melanda Nepal selain mengakibatkan hampir 5.000 orang meninggal dunia, juga meratakan beberapa bangunan yang menjadi ciri khas negeri tempat lahir Sidharta Gautama atau Buddha ini. Salahsatunya adalah Menara Dharahara yang berada di Kota Kathmandu, ibu kota Nepal. Menara Dharahara bagi Nepal adalah simbol terbentuknya pemerintahan modern yang dikepalai Mukhtiyar atau Perdana Menteri perdana, Bhimsen Thapa. Sebelumnya, bangunan yang berfungsi sebagai 'mercusuar' militer ini uga pernah rusak berat akibat gempa pada 1934, hingga kemudian direnovasi. Kini, yang tersisa dari Menara Dharahara hanyalah fondasi. Lapangan Durbar, area yang mengalasi menara, juga turut hancur.
Gempa berkekuatan 7,9 skala richter melanda Nepal selain mengakibatkan hampir 5.000 orang meninggal dunia, juga meratakan beberapa bangunan yang menjadi ciri khas negeri tempat lahir Sidharta Gautama atau Buddha ini. Salahsatunya adalah Menara Dharahara yang berada di Kota Kathmandu, ibu kota Nepal. Menara Dharahara bagi Nepal adalah simbol terbentuknya pemerintahan modern yang dikepalai Mukhtiyar atau Perdana Menteri perdana, Bhimsen Thapa. Sebelumnya, bangunan yang berfungsi sebagai ‘mercusuar’ militer ini uga pernah rusak berat akibat gempa pada 1934, hingga kemudian direnovasi.
Kini, yang tersisa dari Menara Dharahara hanyalah fondasi. Lapangan Durbar, area yang mengalasi menara, juga turut hancur.

Ketika gempa terjadi, Sabtu (25/4/2015), Taufan dan istri barusan pulang dari melihat Sungai Seti dan kota tua. Tiba-tiba orang-orang pada berhamburan ke jalan dan teriak-teriak.

“Kami minta sopir mobil rental untuk berhenti, kami kaget karena mobil sedan yang kami tumpangi bergoncang keras. Kami pun keluar dari mobil. Di sepanjang jalan kembali ke Phokara, kami saksikan orang-orang masih di jalan. Sesampai di hotel, seluruh penghuni dan staf hotel duduk-duduk di halaman hotel atau di jalanan dengan wajah ketakutan,” katanya.

Tak berapa lama, mereka melihat TV lokal yang sedang Breaking News. Saat itulah mereka menyadari keadaan yang amat buruk telah terjadi di Kathmandu sekitarnya, terutama Kathmandu Valley. Satu desa terkenal Bakhtapur hancur berantakan. Bakhtafur ini kota tua yang dulu merupakan pusat kerajaan Nepal.

Baca Juga:  BNPB Beri Penjelasan Soal Gempa 5,2 SR Guncang Jakarta

“Baru beberapa hari lalu kami mampir di situ dan makan siang sambil menikmati teh Masala. Sekarang daerah itu menjadi daerah bencana,” katanya.

Di Phokara sendiri tak begitu parah, hanya setiap saat ada saja informasi yang mengatakan gempa akan datang jam segini atau jam segitu. Akibatnya penduduk panik, terlihat sangat tegang. Satu kali, saat mereka sedang menunggu hidangan makan siang di salah satu resto, tiba-tiba gempa kembali terjadi, tak begitu kuat sebetulnya. Tetapi staf restoran maupun pengunjung lari dan melompat ke daerah belakang resto yang justru rendah.

BACA JUGA
Alhamdulillah, Taufan Damanik Kembali ke Medan dengan Selamat

“Informasi yang tak jelas ini terus berlangsung. Sore jam 17.45, kami semua disuruh keluar oleh manajer hotel, katanya jam 18.00 sore ini akan ada gempa. Saya sebetulnya tak terlalu percaya, sebab setahu saya gempa tidak bisa diprediksi seperti itu. ”

“Tapi sudahlah, karena semua sudah di luar hotel, saya dan istri pun keluar juga. Benar, sampai jam 28.00 lewat gempa tak muncul, kami pun dipersilakan masuk lagi ke hotel. Informasi begini selalu muncul, dan membuat orang selalu panik,” katanya.

Pada Minggu (26/4) mereka kembali ke Kathmandu, jalan darat. Sekitar jam 12.00 lewat gempa keras terjadi gempa kuat.

“Mengerikan, dari bukit di sebelah kanan jalan, berjatuhan batu-batu. Alhamdulillah, tak ada batu besar yang mengenai mobil kami, tapi sopir tetap kelihatan ketakutan setelah itu, apalagi dia barusan mendapatkan dari kampung bahwa rumah keluarganya hancur berantakan. Makin streslah sopir muda ini,” katanya.

Sesampai di Kathmandu, mereka menuju hotel, ternyata hotel kami tutup, tak ada orang sama sekali di hotel itu. Petugas dan manajer tak bisa dikontak via telepon. Tak ada sinyal, sementara listrik di seluruh kota Kathmandu juga mati. Taufan dan istri lalu diturunkan di satu lapangan di depan gedung Komisi Pemilihan Umum dan kantor Wapres Nepal, sementara sopir lanjut ke kampungnya untuk melihat rumah dan keluarga.

Baca Juga:  Pemko Medan Tetapkan Pemuda Pelopor Tahun 2024, ini Juaranya

“Tak ada peralatan yang kami siapkan untuk tidur di lapangan terbuka. Bercampur bersama penduduk lokal dan para turis yang memenuhi lapangan,” katanya.

Di Ibukota Kathmandu, puluhan kuil dan patung yang dibangun sejak abad 12 dan 18 runtuh dan menimbun biksu serta orang lain di dalamnya. Bangunan tersebut dibangun di kala Nepal masih dipimpin oleh Raja.
Di Ibukota Kathmandu, puluhan kuil dan patung yang dibangun sejak abad 12 dan 18 runtuh dan menimbun biksu serta orang lain di dalamnya. Bangunan tersebut dibangun di kala Nepal masih dipimpin oleh Raja.

Ada banyak tentara yang berjaga-jaga di lapangan itu, tapi tak ada dukungan logistik dari pemerintah, juga tak ada sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), hanya disediakan ruang terbuka dibatasi terpal, untuk laki-laki dan perempuan yang ingin buang air. Sebentar saja tempat itu sudah bau pesing dan sulit dilewati lagi, karena penuh dengan kotoran.

Tak ada fasilitas air bersih, selimut, dan lainnya. Semua mesti disediakan sendiri oleh warga. Bagi Taufan dan istri yang bukan orang setempat, lebih parah lagi, karena tak punya selimut, maupun matras. Padahal cuaca malam cukup dingin dan makin malam makin dingin.

“Kami pun keliling cari makanan, minuman panas dan keperluan lain. Sesekali saya atau istri kembali ke hotel, mengecek apakah ada petugas yang datang sebab satu koper barang kami masih tertinggal di hotel tersebut saat kami pergi ke Phokara,” katanya.

Menjelang pukul 22.00 malam, hujan pun datang, maka mereka lari ke teras depan kantor Komisi Pemilu. Sampai pagi, Taufan menyatakan tak bisa tidur nyenyak. Pertama karena dingin. Kedua, sebagian warga tidur dengan membawa anjing, dan Taufan sulit tidur bersama anjing mereka. Sesekali masih terjadi gempa, tapi warga kelihatan capek dan membiarkan saja gempa terjadi.

“Pagi sekali, selepas subuh, saya cari sarapan sambil berjalan di sekitar daerah itu. Hanya ada satu dua toko yang buka, lainnya tutup. Daerah Thamel yang merupakan kantong turis, dan selalu ramai, kali ini sunyi sekali. Tak ada resto, kafe, bar, diskotik, spa maupun hotel, juga toko-toko suvenir yang buka dan melayani tamu. Daerah Thamel yang sangat ramai, mendadak sunyi,” katanya.

Baca Juga:  Kabupaten Madina Diguncang Gempa 5,4 SR

Selepas sarapan, Taufan dan istri kembali mengecek Hotel Himalaya, dan ternyata sudah buka dan melayani sarapan pagi. Seterusnya mereka menuju Tribhuan International Airport yang jarak tempuhnya sekitar 15 menit dari hotel.

Tak ada Wifi, tapi sinyal telepon cukup bagus. Kondisi bandara sangat ramai, hingar-bingar, sementara fasilitas bandara sangat terbatas. Sulit cari makanan, kondisinya kotor. Tapi tak ada pilihan, mereka pun berbaring saja di lantai, sama seperti pengunjung bandara lainnya.

“Kami sudah cek ke penerbangan untuk memastikan dua hal. Pertama pesawat bisa terbang. Kedua, memastikan bahwa nama kami ada di dalam daftar penumpang. Semua oke, sampai kemudian sekitar jam 20.00 malam, kami tahu kalau penerbangan dibatalkan,” katanya.

Mereka kembali ke hotel. Tidur di lobi hotel bersama tamu-tamu dari Eropa, AS, Kore, Jepang dan China. Di tempat itu ada Wifi. Nanti mereka akan ke bandara lagi untuk mengecek apakah Malaysia Airlines jadi terbang.

Korban Tewas Gempa Nepal 4.100 Orang
Sejauh ini pemerintah setempat memastikan sudah lebih dari 4.100 orang yang meninggal. Bahkan
pejabat setempat mengatakan, jumlah akhir korban tewas kemungkinan akan terus bertambah hingga 5.000 orang atau lebih. Demikian dilansir AFP, Selasa (28/4/2015).

Akibat gempa dahsyat ini pula, lebih dari 90 orang tewas di negara tetangga Nepal seperti India dan Tiongkok. Sementara 7.500 orang lainnya mengalami luka-luka di Nepal. Sedangkan ratusan ribu orang tidur di tempat terbuka di Ibu Kota Nepal, Khatmandu.

Hingga hari ini, tim penyelamat masih berupaya keras untuk mencapai wilayah terpencil di negara dengan penduduk 28 juta jiwa tersebut. Banyak jasad korban yang ditemukan terkubur di antara reruntuhan bangunan yang roboh akibat gempa. [khi]

Sumber: detik.com

Terkait


Berita Terbaru