DJP Harus Gencar Sosialisasikan Semua PMK

EDISIMEDAN.com, MEDAN – Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) termasuk konsultan pajak harus gencar mensosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Ketua Pengurus Daerah Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) Sumatera Utara, Drs Saragi Simarmata SE Ak MM, mengatakan konsultan pajak sebagai mitra strategis DJP harus berperan aktif untuk mensosialisasikan regulasi tersebut sehingga masyarakat wajib pajak (WP) benar-benar memahaminya.
“Sebab masih banyak WP yang belum memahami betul. Mereka tidak memperhatikan rasio perbandingan utang dan modal sehingga saat dilakukan pemeriksaan oleh fiskus beban bunga akibat utang akan dikoreksi,ini bisa menimbulkan utang pajak terhutang,” katanya kepada wartawan di kantornya, Jumat (13/10/2017)
Saragi mengkhawatirkan hal ini akan dapat meresahkan WP Badan terutama perusahaan yang belum mencapai break even point (BEP). Artinya sebuah titik di mana biaya atau pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian atau keuntungan.
Apalagi jika perusahaan yang likuiditas kurang bagus tentu perbandingan utang dengan modal bisa saja di atas 4 banding 1. Itu sebabnya pemerintah perlu mengkaji ulang PMK169 ini.
“Jika PMK ini dikaji ulang tidak akan membebani pelaku usaha. Penerapannya juga bagi perusahaan yang likuiditasnya sudah bagus,” harap Saragi.
Menyinggung instruksi Dirjen Pajak Nomor Surat INS-05/PJ/2017, tentang Optimalkan Penerimaan Pajak di 2017 kepada seluruh Kakanwil DJP di Indonesia untuk mengamankan penerimaan pajak pasca amnesti pajak, dia menyebutkan instruksi itu antara lain Kakanwil diperintahkan untuk mengaktifkan 24 jam perangkat telepon genggam dilengkapi fitur panggilan video.
Kemudian tentang penggalian potensi penerimaan pajak maka pemanggilan WP yang telah mengikuti program amnesti pajak hanya boleh dilakukan oleh Kakanwil DJP. Kakanwil harus melaksanakan instruksi Dirjen Pajak dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab. Instruksi ini mulai berlaku sejak dikeluarkan pada 5 Oktober 2017.
“Tidak seperti selama ini, KKP Madya maupun KPP Pratama melakukan pemanggilan kepada WP yang telah mengikuti program amnesti pajak. Padahal menurut instruksi Dirjen Pajak yang boleh melakukan pemanggilan WP itu adalah Kakanwil DJP,” ujar Saragi yang juga konsultan pajak ini.
Dia menambahkan, KPP Madya maupun KPP Pratama seharusnya menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2015 tentang Tax Amnesty dan mengimbau/memanggil bahkan melakukan pemeriksaan terhadap WP yang belum memanfaatkan program pengampunan pajak.
“Sebaiknya DJP juga harus gencar melakukan sosialisasi terhadap semua PMK maupun Surat Edaran (SE) yang sifatnya strategis, sehingga wajib pajak tidak terjebak dengan aturan-aturan yang ada,” kata Saragi. [fur]






