Home / NEWS / Generasi Sehat Harus Jaga Kesehatan Reproduksi

Generasi Sehat Harus Jaga Kesehatan Reproduksi


Seminar Kesehatan Reproduksi Zaman Now yang digelar di Gedung Bina Graha Pemerintah Provinsi Sumut oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumut dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional ke XXV, Kamis (12/7/2018).

EDISIMEDAN.com, MEDAN: Guna terwujudnya pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan diharap berperan dalam keluarga untuk menciptakan anak tumbuh sehat sampai hingga dewasa sebagai generasi muda.

Perhatian terhadap wanita seyogyanya harus dimaksimalkan, khususnya Kesehatan Reproduksi (Kespro) dalam Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).

Hal ini menjadi poin dalam Seminar Kesehatan Reproduksi Zaman Now yang digelar di Gedung Bina Graha Pemerintah Provinsi Sumut oleh Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumut dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional ke XXV, Kamis (12/7/2018).

Hadir dalam seminar tersebut mahasiswa,mitra kerja, dan dosen yang berkaitan dalam mensukseskan Kespro. Sebagai narasumber, hadir Kepala Perwakilan BKKBN Sumut Drs Temazaro Zega, M. Kes, praktisi kesehatan/pimpinan Rumah Sakit Umum (RSU) Sarah Medan, dr Beni Satria, M. Kes dan Dosen FKM USU, Sri Rahayu Sanusi, SKM M.Kes, Ph. D.

Temarazo dalam paparan menyebut di Tahun 2010 jumlah kependudukan Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, Sumut ada 13.028.700 jiwa. Di tahun 2020 diproyeksi jumlah penduduk Indonesia menjadi 271.066.400 jiwa dan Sumut berjumlah 14.703.500 jiwa.

“Jadi ada laju pertumbuhan penduduk dengan presentasi 1,24 persen per tahun dan rasion jenis kelamin 1,01. Jika tidak mampu kita kendalikan, maka yang terjadi adalah bertambahnya angka anak putus sekolah, pengangguran, pencemaran lingkungan,kerusuhan dan kemiskinan,” katanya.

Baca Juga:  Pemerintah: Publik Tak Perlu Tahu Pelaku Pembakar Hutan

Bicara apakah masalah ledakan pendudukan juga terjadi di Sumut, Temaro menguraikan di tahun 2011 ada 13.103.596 jiwa, meningkat di 2014 sebesar 13.766.851 jiwa sementara di tahun 2017 sebesar 14.262.147.

“Sehingga jawaban nya ya. Dari total penduduk di tahun 2017, angka usia produktif sebanyak 9.149.649 sementara usia non produktif sebesar 5.112.498 jiwa. Bila dihitung, angka TotalFertility Rate (TFR) atau angka kelahirannya adalah 2,9 persen,”terangnya.

Dikatakannya tantangan kultur budaya masyarakat di Sumut sehingga angka TFR masih jauh di atas angka TFR rata-rata nasional 2,1. Angka kelahiran yang paling tinggi katanya terjadi masyarakat daerah gunung, seperti Simalungun, Taput bahkan sampai ke Nias.

Begitupun, pada dasarnya permintaan alkon KB cukup tinggi, tapi kebanyakan warga baru mau ber KB setelah anaknya 11. “Kenapa, karena masalah kultur budaya, kebanyakan orang Sumut apalagi yang bermarga mau anak laki-laki. Itulah yang menyebabkan angka kelahiran tinggi, ” ungkapnya.

Program pengendalian kependudukan ada program di hulu. Sehingga, kalau program ini tidak berhasil akan berpengaruh pada program pembangunan. “Karena tingkat perekonomiam bergantung juga pada jumlah penduduk,” katanya.

Baca Juga:  Ramadhan Fair XV 2018 Resmi Ditutup

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi menyadari masalah populasi sangat perlu dikendalikan, karena berefek pada peningkatan ekonomi pula. “Jadi bagaimana mensejahterakan kehidupan masyarakat keluarga. Dia mengatakan, Tiongkok, negara dengan jumlah penduduk terbesar dulunya mendenda pasangan suami istri yang melebihi anak lebih dari satu yakni denda 3 tahun gaji oleh polisi one child dan bila tidak sanggup bayar malah dipenjara,” katanya.

Untuk itu saat ini BKKBN sedang fokus pada Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang arah kebijakan dan strategi pembangunan kependudukan dan KB diantaranya penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai.

Bicara soal Kespro, dr Beni menyebut kebanyakan masalah kesehatan reproruksi terjadi akibat hubungan bebas remaja. Berdasarkan data yang dia dapat, 80 persen hubungan intim si anak terjadi di rumah.

“Kenapa, karena rumahnya kosong. Nah makanya perlu pendidikan karakter keluarga. Sekolah terbaik bagi anak adalah keluarganya, madrasah terbaik bagi keluarga ada orangtuanya,” ungkap dr Beni.

Dia menerangkan pentingnya menjaga Kespro. Dari perspektif kesehatan dengan menjaga Kespro relevansinya ada pada kesehatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk PMS dan HIV/AIDS.

Baca Juga:  Sebanyak 632 Jenis Produk Ilegal Dimusnahkan Balaipom Medan

“Sementara itu dari sudut pandang KB menjaga kesehatan organ reproduksi adalah untuk pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan Infertilitas (mandul) dan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Simpelnya, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang sehat mulai dari orangtuanya dan anak-anaknya,” terang Beni.

Sementara itu, Sri Rahayu Sanusi, dalam paparannya mengatakan dampak overpopulasi relevansinya pada sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan pendudukan sudah tentu berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan SDA. “Padahal, SDA itu ada batasannya. Bagaimana caranya ya itu dilakukan pengendalian populasi dengan Program KB,” katanya.

Begitupun, menurutnya ada stigma yang harus diputus. Suami juga harus ikut berperan dalam menjaga kesehatan istri. “Artinya, bila si istri tidak mampu untuk memakai alkon KB, suami lah yang menggunakan. Tujuannya agar angka kelahiran diatur, ibu sehat, lahir keluarga yang sejahtera. Karena padadasarnya peningkatan jumlah anggota keluarga pasti dibarengi peningkatan biaya hidup, seperti kebutuhan makanan dan pendidikan,” tandasnya. (Mahbubah Lubis)

Terkait


Berita Terbaru