EDISIMEDAN.com, MEDAN – Kalimat dalam undangan konferensi pers yang disebarkan oleh seorang humas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wilayah Sumatera Utara menuai sorotan publik. Ungkapan yang dinilai tidak pantas tersebut memicu perdebatan di kalangan jurnalis dan masyarakat.
Pengamat politik Ara Auza menanggapi kejadian ini dengan menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyusun pesan, terutama dalam konteks komunikasi eksternal lembaga pemerintah.
“Komunikasi lewat media sosial punya keterbatasan. Risiko salah paham tinggi, apalagi jika pesan tidak disampaikan dengan jelas dan bijak,” ujar Ara, Kamis (8/5/2025).
Ia menambahkan, untuk menentukan apakah pernyataan tersebut termasuk dalam kategori pelecehan verbal, konteks keseluruhan harus dikaji secara menyeluruh. Namun, ia menegaskan bahwa seorang humas harus mampu menakar dampak dari setiap kata yang digunakan.
“Dalam dunia kehumasan, memilih diksi itu krusial. Beda kata bisa menghasilkan makna berbeda dan berdampak besar secara institusional,” jelasnya.
Ara juga mendorong adanya standar kompetensi yang jelas bagi para humas dalam berkomunikasi dengan publik.
“Karena tidak semua orang punya sensitivitas yang sama, penting memiliki panduan yang jelas agar komunikasi tidak menyinggung pihak tertentu,” pungkasnya.
Menanggapi polemik tersebut, perwakilan Kemenkeu Sumut, Nugraha, menyampaikan permintaan maaf kepada para jurnalis. Ia menjelaskan bahwa redaksi dalam undangan dibuat sebagai respons atas insiden pada Januari lalu, di mana seorang wartawan yang bukan bagian dari grup resmi diduga memaksa meminta uang transport dan bersikap kasar terhadap staf.
“Kami mohon maaf sebesar-besarnya jika redaksi tersebut menyinggung. Silakan hadir tanpa harus mengisi link tersebut,” ujarnya. (red)